Jumat, 14 September 2012

Konsep Ahlussunnah wal Jama’ah tentang Etika (2)

Konsep Ahlussunnah wal Jama’ah tentang Etika (2) Oleh: Dr. Hj. Sri Mulyati, MA Pengertian Etika Secara kebahasaan perkataan etika berasal dari bahas Yunani ethos yang berarti watak, kesusilaan, atau adapt. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Pengertian: etika menurut istilah dapat dipaparkan sebagai berikut: Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.” Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”. 


Pengertian Moral Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adapt kebiasaan. Dalam kamus Umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai (1) prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk. (2) kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. (3) ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik. Pengertian Susila Secara kebahasaan perkataan susila merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sansekerta. Su berarti baik atau bagus, sedangkan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Jadi, susila berarti dasar, prinsip, peraturan atau norma hidup yang baik atau bagus. 

Istilah susila pun mengandung pengertian peraturan hidup yang lebih baik. Selain itu, istilah susila pun mengandung pengertian peraturan hidup yang lebih baik. Selain itu, istilah susila dapat pula berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya. Dengan demikian, kesusilaan dengan penambahan awalan ked dan akhiran an sama artinya dengan kesopanan. Kesusilaan dalam pengertian yang berkembang di masyarakat mengacu kepada makna membimbing, memandu, mengarahkan, dan membiasakan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Persamaan Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila yang dapat dipaparkan sebagai berikut: Pertama, akhlak, etika, moral dan susila mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik. Kedua, akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. 

Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya. Ketiga, akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan dan konsistensi yang tinggi. Perbedaan Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila sebagaimana diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi perbedaan yang dimaksud: Pertama, akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi, etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis, yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani. 

Etika besifat temporer, sangat tergantung kepada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya. Adapun moral merupakan ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik yang berlaku di masyarakat. Selain itu, moral pun merupakan ketentuan tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai yang baik maupun buruk yang berpedoman kepada adapt kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Jika etika bersifat konseptual teoritis, maka moral bersifat terapan karena mengacu kepada apa yang berlaku di masyarakat. Keduanya, etika dan moral, bersumber dari akal sehat dan nurani yang jernih. 

Moral masyarakat mengalami perubahan dan bersifat temporer, karena kualitas moral masyarakat sangat tergantung kepada kualitas manusianya. Jika masyarakat berpegang kepada akal sehat dan nurani yang jernih, serta berpegang sepenuhnya kepada ajaran Allah, maka kualitas moralnya akan kuat dan kokoh. Sementara itu susila atau kesusilaan memiliki dua pengertian. Pertama, berarti dasar, prinsip, peraaturan atau norma hidup yang baik. Kedua, susila atau kesusilaan merupakan proses membimbing, dan membiasakan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Jadi, moral dan susila bersumber pada akal sehat dan nurani yang telah menjadi kesadaran kolektif masyarakat. Ketiganya, etika, moral, dan susial akan bertambah kokoh jika dipautkan secara sinergi dengan akhlak Islam yang diapahami secara mendalam dan diterapkan secara konsisten oleh setiap pribadi muslim, keluarga, dan masyarakat. Akhlak menurut Ahl al-Sunnah al-Jama’ah Akhlak menurut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah perbuatan yang dilakukan dengan bebas dan penuh kesabaran, dan terdiri dari perangai mulia, karakter dan agama. Sumber ajaran akhlak bagi Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, tingkah laku yang mulia para sahabat, tabi’in dan tabi’in. contoh teladan para beliau diberitakan melaui proses periwayatan yang berkesinambungan dan sah. K.H.M Hasyim Asy’ari dalam al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menjelaskan bahwa “Wahai ulama dan para pemimpin yang bertaqwa dikalangan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dan keluarga empat iman madzhab, anda sekalian telah menimba ilmu dari orang-orang sebelum anda, orang-orang sebelum andapun menimba ilmu dari generasi sebelumnya, dengan jalur sanad yang bersambung sampai pada anda sekalian, dan anda sekalian selalu meneliti dari siapa anda menerima ilmu agama itu. 

Dengan demikian, anda sekalian adalah pintu gerbang bagi ilmu itu. Rumah tidak dimasuki kecuali dari pintu-pintunya. Barangsiapa memasukinya tidak melalui pintu, niscaya akan disebut sebagai pencuri…” Dalam al-Qur’an diterangkan bahwa Rasullah berfungsi sebagai referensi utama dalam keteladanan pengalaman Islam, demikian juga sebagian, para sahabatnya. Akhlak merupakan kondisi mental spiritual yang mendorong manusia untuk berperilaku. Akhlak merupakan kesadaran yang ada dalam setiap individu yang secara aplikatif mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Karena wujudnya sebuah kesadaran, maka nilai suatu perbuatan seseorang pada dasarnya tergantung pada hakekat dorongan mental spiritual yang ada dalam dirinya. Sebagaiman diketahui, segala perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia dalam perspektif Islam tidak boleh tercampur unsur-unsur lain selain motif untuk mendapat keridhaan Allah. Mengembangkan aspek akhlak dalam konteks Aswaja berarti upaya membimbing manusia dalam mencapai derajat keikhlasan. Dengan demikian maka perbuatan baik yang dilakukan semata-mata timbul karena kesadaran mental-spiritual yang dimiliki seseorang, bukan karena motif lainnya. 

Untuk mencapai hal itu seseorang memerlukan proses pembiasaan atau pelatihan secara berkesinambangan. Tentang akhlak Nabi Muhammad, Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya kamu yang menyandang akhlak yang mulia” Ibn ‘Abbas RA mengatakan “akhlak adalah beragama dengan sempurna”, Tafsir Jalalain mengartikan akhlak dengan karakter dan adat. Dengan demikian maka pengertian akhlak adalah adapt, karakter, perangai, kahalusan hati dan istiqomah dalam beragama. Hadist Nabi SAW: “Mu’min yang sempurna adalah mereka yang karakter dan adatnya baik”. Siti Aisyah berkata: “Akhlak Nabi adalah al-Qur’an” Hal ini berarti bahwa “jalan hidup Nabi baik perkataan, perbuatan dan tingkah lakunya sesuai dengan kandungan al-Qur’an. Tujuan Risalah dan kerasulan Anbi SAW adalah membangun al-akhlaq al-karimah (akhlak yang mulia) seperti tersebut dalam hadistnya: 

“Sesungguhnya saya semata-mata diutus untuk membangun akhlak yang mulia” Akhlak Islam Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah tidak berubah oleh budaya baru yang merusak kebenaran, bagi Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah akhlak Islam adalah tetap benar, kapan saja dan dimana saja, demikian juga kebaikan, tidak berubah oleh perkembangan kemajuan dan perubahan modern. Firman Allah SWT: “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hambanyNya al-Kitab (al-Qur’an) dan dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”. (bersambung) • 

Oleh: Dr. Hj. Sri Mulyati, MA
 
Wakil Ketua PP LP Maarif NU dan Dosen UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

0 comments:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com