Jumat, 14 September 2012

Konsep Ahlussunnah wal Jama’ah tentang Etika (4)

Kaum Nahdliyin juga mengenal kaidah dar’u al-mafasaid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih (mencegah marabahaya lebih diutamakan dari pada meraih kebaikan). Maksudnya, masyarakat perlu memilih langkah menghindari bahaya daripada mengupayakan kebaikan yang berisiko tinggi. Prinsip ini mendorong masyarakat untuk bertindak cermat dan tepat sehingga aktifitasnya benar berdampak positif, baik bagi dirinya maupun orang lain.

Kaidah lainnya yang penting adalah tasharruf al-imam manuthun bi maslahah al-ra’iyyah (kebijakan pemimpin harus mengacu kepada kebaikan rakyatnya. Maksudnya, seorang penguasa merupakan penjelmaan kepentingan rakyatnya. Ia bukanlah representasi atas dirinya sendiri, karena itu segala kebijakan yang diambil, harus mengacu kepada kepentingan rakyat yang dipimpinnya.


Pada dasarnya NU senantiasa cukup responsif terhadap persoalan-persoalan kontemporer yang terjadi di masyarakat. Mulai disepakatinya konsep tentang prinsip-prinsip dasar pembangunan ummat (mabadi khoiro ummah) dalam Muktamar NU XIII tahun 1953, lalu disempurnakan pada Munas Alim Ulama di Bandar Lampung, tahun 1992. wawasan NU tentang pluralitas masyarakat juga tergambar dalam upaya-upaya perumusan dasar negara pada masa kemerdekaan, penerimaan asas Pancasila bagi organisasi sosial dan kemasyarakatan yang ada di Indonesia. selain itu NU mempunyai Lembaga Bahtsul Masa’il, suatu forum yang membahas masalah-masalah keagamaan kemasyarakatan kontemporer dan berusaha merumuskan solusinya.

Ide NU untuk mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik (khaira ummah), sebenarnya telah diupayakan oleh NU sejak 1935 dengan konsep Mabadi Khaira Ummah. Tokoh-tokoh NU berpendapat bahwa proses pembentukan masyarakat yang ideal dan terbaik dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai al-shidq (kejujuran), al-amanah wa al-wafa bil ‘ahd (dapat dipercaya dan pemenuhan komitmen), al-‘adalah (berlaku adil), al-ta’awun (tolong menolong) dan al-istiqomah (berkesinambungan). Dua hal yang disebut terakhir dilengkapi di Bandar Lampung tahun 1992.

Dalam tatanan implementasi mabadi’ khaira ummah sangat berkaitan dengan konsep amar ma’ruf nahi munkar (istilah yang diperkenalkan oleh al-Qur’an dalam al-A’raf 157:…ya’muruhum bi al-ma’ruf wa yanhahum ‘an al-munkar…). Konsep memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar merupakan instrumen gerakan NU sekaligus barometer keberhasilan mabadi’ khira ummah. Amar ma’ruf mengandung pengertian bahwa setiap orang Islam mempunyai kewajiban moral bagi dirinya dan mendorong orang lain berperilaku positif, berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik secara fisik maupun non fisik, melakukan yang dapat memberikan implikasi positif bagi manusia di sekitarnya. Segala aktivitas individu diupayakan mempunyai basis sosial yang tinggi, sehingga kemajuan yang diraih oleh seseorang secara otomatis memberikan dampak kemajuan terhadap orang lain.

Interaksi kalangan internal NU dan sikap kebersamaannya yang tinggi dengan masyarakat disekelilingnya. Sudah cukup dikenal, ras persudaraan yang seperti ini yang seharusnya terus terinternalisasi dalam diri warga NU (ukhuwah nahldiyyah). Konsep ukhuwah dalam pengertian persatuan, ikatan batin, tolong menolong, kesetiaan antar ummat manusia dapat melahirkan kebahagiaan serta faktor penting bagi tumbuh kembangnya persaudaraan dan kasih sayang telah ditegaskan oleh K.H. Hasyim Asy’ari.

Sementara itu menurut K.H.M A Sahal Mahfudz, konsep ukhuwah nahdliyyah merujuk kepada Mukaddimah AD/ART NU yang secara umum dinyatakan bahwa NU perlu mengembangkan ukhuwah islamiyyah yang mengemban kepentingan nasional demi terciptanya sikap saling pengertian, saling membutuhkan dan perdamaian dalam hubungan antar bangsa.

Selanjutnya dalam konteks yang lebih luas, dari interaksi antar individu muslim trercipta ukhuwah islamiyyah (persaudaraan sesama muslim). Dan dari interaksi sesama anak bangsa akan terciptanya ukhuwah insaniyyah (solidaritas kemanusiaan), persaudaraan global sesama manusia.

Selanjutnya, untuk melestarikan konsep Aswaja dalam kehidupan warga NU, adalah menjadi sangat penting untuk meneruskan nilai-nilai tersebut bagi generasi muda NU antara lain melalui kurikulum yang disusun untuk sekolah-sekolah NU. Dalam upaya memenuhi kebutuhan ini Pimpinan Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU telah menerbitkan buku untuk keperluan dimaksud, yakni Mata Pelajaran Pendidikan Ahlusunnah Waljama’ah (Aswaja) dan ke-NU-an Standar Kompetensi. Namun nampaknya diperlukan tindak lanjut untuk menyiapkan buku ajar bagi masing-masing level sekolah tersebut yakni untuk tingkat Madrasah Ibtida’iyah/SD (kela 4,5 dan 6), Madrasah Tsanawiyah/SMP (seluruh kelas) dan Madrasah ‘Aliyah (seluruh kelas).

III. Penutup

Demikianlah apa yang dapat kami sampaikan nukilan dari sejumlah argument yang mengantarkan NU untuk berpendirian bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan lil’alamin, memiliki makna universal, dapat diterima dan dipraktekkan seluruh ummat manusia dan bahkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ragam ras, budaya, agama, aliran dan lainnya difahami sebagai sunnatullah. NU berpendirian bahwa realitas kehidupan harus dilihat secara substantif, fungsional, terbuka dan bersahabat.

NU memandang bahwa klaim dan monopoli atas kebenaran merupakan sikap yang tidak etis. Sikap itu merupakan potensi konflik yang dapat memecah belah masyarakat. Karena itu NU berpendirian bahwa setiap orang atau kelompok hendaknya menerima kebenaran dan kebaikan fihak laibn yang berbeda dengan tetap mengacu kepada nilai intelektual, moral keagamaan dan kemnusiaan.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, NU telah bertekad untuk terikat dengan kesepakatan nasional yang mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta mewujudkannya dalam realitas. Meskipun demikian NU berpandangan bahwa prinsip berbangsa dan bernegara harus tetap menghargai dan menghormati keyakinan dan keberagaman masyarakat. Kiprah dan dinamika NU adalah keislaman, keindonesiaan, kemanusiaan dan rahmatan lil’alamin. Karena itu NU meneguhkan kultur, struktur, sistem dan mekanisme lembaganya sebagi organisasi agama dan sosial yang becirikan akhlak Ahlussunnah Waljama’ah.(tamat)

Oleh: Dr. Hj. Sri Mulyati, MA
Wakil Ketua PP LP Maarif NU dan Dosen UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

0 comments:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com